Media dan Covid-19 pada Psikologi Masyarakat
Sudah setengah tahun terhitung pada hari ini,dunia terpaksa
merasakan sebuah kehadiran yang tak diinginkan oleh sebuah virus yang berukuran
ratusan nanometer tersebut. Berawal dari sebuah gejala misterius yang dialami
oleh beberapa orang di China. Mereka mengalami gejala sesak nafas akut. Setelah
gejala ini meluas secara masif akhirnya memancing perhatian dunia. Lembaga
kesehatan dunia pun menyatakan nama penyakit ini Corona Virus Desease 19 (Covid-19)
dan menetapkan sebagai pandemi global mengingat tingkat penyebaran kasusnya
yang begitu tinggi.
Tak bisa dipungkiri, media juga turut ikut serta dalam
menginformasikan berbagai macam perkembangan kasus ini. Khususnya di Indonesia
sejak pemerintah mengkonfirmasi kasus pertama Covid-19 pada awal Maret 2020
lalu. Hingga saat ini sudah banyak perubahan atau dampak yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Tidak hanya kesehatan saja, ekonomi, pendidikan, sosial
budaya, dan lain sebagainya juga terdampak akibat virus yang berasal dari
negeri tirai bambu tersebut.
Lagi dan lagi semua perubahan tersebut juga tak lepas dari peran media. Media mempunyai pengaruh dan dampak yang luas pada masyarakat, layaknya teori jarum suntuk arau jarum hipodermik dalam ruang lingkup komunikasi. Pada pemberitaan Covid-19 ini, banyak redaksi yang memuat isi berita mereka dengan membangun sebuah ketakutan. Kenapa saya berani mengatakan seperti itu? Kita lihat faktanya setiap hari mereka "media" hanya menampilkan angka tingkat perkembangan kasus Covid-19 bagaikan lomba berhitung. Hal ini tentu berimbas kepada masyarakat dan membuat mereka cemas.
Tiga bulan awal kasus di Indonesia, masyarakat diwajibkan untuk
beraktivitas di rumah setelah pemerintah membuat sebuah kebijakan pembatasan
sosial skala berkala (PSBB). Terbukti menurut hasil riset terbaru Nielsen,
orang-orang kini menonton TV dengan waktu rata-rata 12 persen lebih tinggi dari
biasanya. Otomatis mereka menaruh perhatian tayangan pada siaran berita. Hal
berbau teknologi lainnya seperti gadget, komputer, laptop sering digunakan
selama dirumah. Media rentan hadir ditengah masyarakat menyajikan ketakutan
dengan menampilkan peningkatan kasus Covid-19.
Mereka merasa layaknya di penjara, masyarakat mulai menunjukkan
kejenuhannya karena pembatasan sosial ditambah lagi dengan muatan berita yang
cenderung negatif memberikan dampak psikologi kepada masyarakat. Menurut data
Perhimpunan Dokter Spesialis kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) saat konsultasi
secara daring menyatakan sebanyak 64,3 persen dari 1.522 responden pada saat
pandemi Covid-19 ini, mereka mengalami masalah psikologis pada kesehatan jiwa. Secara
fungsi media sudah benar menyampaikan berita sesuai dengan fungsi jurnalistik.
Tetapi perlu diingat, media juga mempunyai peran kontrol sosial. Harusnya
narasi yang dibangun oleh banyak redaksi lebih bersifat konstruktif kepada
masyarakat. Why not?
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Adapun dalam upaya membantu masyarakat, pemerintah sudah memberikan layanan konsultasi psikologi Covid-19 melalui aplikasi sehat jiwa (Sejiwa). Diharapkan layanan ini juga tersebar merata ke seluruh Indonesia dan pemerintah juga terus sosialisasi perihal layanan psikologi yang diberikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat Indonesia bisa merasakan efek setelah mendapatkan layanan konsultasi ini.
Posting Komentar untuk "Media dan Covid-19 pada Psikologi Masyarakat"