Menghadapi Pandemi Covid-19 menurut Kacamata Aqidah dan Filsafat Islam
DPL : Dra. Misrah, MA
Pandemi covid-19
mulai muncul di Indonesia sejak tanggal 2 Maret 2020 dan merupakan kasus
pertama yang terpublikasi. Kasus awal yang menggemparkan republik ini yaitu 2
orang, ibu dan anak di Jakarta Selatan yang tertular oleh seseorang berwarga
negara Jepang. Namun tidak butuh waktu lama setelah berita tersebut menyebar,
kasus ini terus merebak dan semakin bertambah. Update terbaru
kasus positif virus covid-19 ini, hingga tanggal 11 Agustus
2020, adalah sebanyak 128.776 kasus. Dilansir dari TribunNews.com, jumlah
kematian pasien covid- 19 totalnya sudah mencapai 5.765.
Sungguh tak dapat diketahui, sampai kapan pandemi ini terus terjadi. Dan tak
dapat pula diprediksi, kapan pandemi berakhir di negeri yang kita cintai ini.
Beberapa
komentar dan cuitan memenuhi dinding di berbagai sosial media, adu pendapat
pro-kontra mengenai bagaimana sebaiknya muslim menghadapi pandemi. Berikut
daftar beberapa komentar yang menarik untuk ditelisik, diantaranya adalah:
“Takut sama
Allah atau takut sama virus?”
“Takut itu
hanya pada Allah bukan pada makhlukNya”
“Covid itu
hanya konspirasi aja”
“Covid itu
adalah azab”
“Harusnya
mendekati Allah bukan malah menjauhinya dengan tidak boleh masuk ke masjid”
“Kalau memang
udah waktunya, semua orang pasti mati”
“Itu hanya
virus untuk orang kaya, orang miskin gak akan kena”
Sejatinya
pandangan aqidah dan filsafat Islam dapat dijadikan acuan dalam menyikapi
keadaan pandemi saat ini, dibandingkan dengan komentar - komentar yang tidak
memiliki dasar yang kuat. Lalu bagaimanakah sikap kita sebagai seorang muslim
dalam menghadapi pandemi virus covid-19 menurut kacamata
aqidah dan filsafat Islam?
Allah ‘Azza wa
Jalla berfirman:
قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ
لَنَا هُوَ مَوْلَىٰنَا ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami kecuali apa yang
telah ditetapkan Allah pada kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada
Allahlah, orang-orang yang beriman itu bertawakal”.
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ
ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيم
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; barangsiapa yang beriman kepada Allah, Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Dari kedua
ayat diatas, jelaslah kiranya bahwa musibah pandemi ini telah Allah atur dan
tetapkan waktunya.. Kita sebagai umatNya diminta untuk tetap beriman dengan
sebenar-benar iman, agar hati kita senantiasa diberikan petunjuk dan kebaikan.
Kita juga diminta untuk menyikapi pandemi ini dengan cara bersabar, berserah
diri, tawakkal dan ridha terhadap ketetapanNya. Sungguh, pandemi ini datangnya
dari Allah, semuanya terjadi atas izin Allah. Musibah ini dapat menjadi
pengokoh akidah, dan penguat keimanan kita kepada Allah, Zat Maha Mengetahui
atas segala sesuatu.
Rasulullah
SAW. bersabda:
فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِ
وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَفِرُّوا مِنْهُ
“Maka apabila kamu mendengar ada suatu wabah
penyakit yang menjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri
tersebut. Dan apabila wabah penyakit itu berjangkit di negeri tempat kamu
berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).”
Ternyata, untuk
menyikapi pandemi dengan cara bertawakal dan berserah diri tidaklah cukup.
Karena ikhtiar untuk menghindari agar penyakit ini tak menjangkiti diri juga
tak kalah penting, diantaranya adalah tidak masuk ke daerah yang terkena wabah
(baca: zona merah) seperti yang disebutkan dalam hadist di atas. Apalagi ketika
saat ini, Indonesia memasuki era new normal, kehidupan berjalan
kembali seperti biasanya, namun tak dapat diingkari bahwa sangatlah penting
menjaga diri agar tidak terpapar karena virus ini semakin menyebar. Muslim yang
baik tetap mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, rajin mencuci
tangan, menjaga jarak, dan lain-lain. Jangan samakan antara usaha menghindari
dari penyakit dengan takut kepada penyakit (selain Allah), karena usaha
menghindari tersebut adalah bagian dari perintah Rasulullah dan termasuk usaha
tawakkal kepada Allah.
Menurut kacamata akidah Islam, hal lain yang harus dilakukan seorang muslim dalam menyikapi pandemi adalah berdoa. Ketika manusia di seluruh dunia sangat digemparkan dengan makhluk kecil tak kasat mata, terbukti bahwasanya manusia adalah makhluk yang lemah tak berdaya tanpa pertolongan Allah. Maka dari itu, karena ketidakberdayaan kita sebagai manusia, sepatutnya dan seharusnya kita malu dan bersimpuh dihadapan Allah. Tidak ada yang dapat kita banggakan atau sombongkan, malah sebaliknya, hal ini menjadi satu bentuk penyadaran bagi kita bahwa kita membutuhkan pertolongan Allah.
Lalu bagaimana
pandangan filsafat Islam dalam menyikapi pandemi virus ini? Pandangan filsafat
tentu sesuai dengan konsep berpikir filsafat, yaitu dengan berpikir secara
radikal, universal, konseptual, koheren, dan sistematis. Filsafat mempunyai
ciri-ciri dalam pemikirannya, yaitu logis, koheren, korelasi, holistik, dan
radikal. Dimana filsafat akan membawa kita pada suatu pemikiran, dan pemikiran
tersebut akan membawa kita pada suatu tindakan yang layak.
Pandemi virus
covid19 bila dipandang dari kacamata filsafat Islam berdasarkan ciri-ciri
pemikiran secara filsafat, adalah berikut ini:
1. Logis/
rasional : masuk akal dan dapat dibuktikan secara ilmiah
Filsafat
meminta kita untuk berpikir secara rasional atau logis, berita tentang covid 19
ini harus benar-benar kita telaah dengan pikiran yang sehat. Kita harus
mengedepankan kebenaran secara rasional dibanding terkurung emosi dan ego.
Tujuan dari berpikir logis dan rasional adalah untuk mencari apa yang
sebenarnya ada dibalik berita atau kabar tersebut. Berita yang kita peroleh
harus sesuai dengan fakta-fakta yang ada di lapangan.
Dr. Reisa Broto
Asmoro telah memberikan klarifikasi dalam konferensi persnya bahwa virus
covid19 ini benar-benar ada. Beliau mengatakan bahwa ilmuwan dari LBM Eijkman
telah merincikan identitas virus ini dari pasien asal Indonesia. Virus ini
pertama kali ditemukan di bulan Desember 2019, dan ditemukan pada satwa seperti
kelelawar. Banyak jenis virusnya, seperti SARS pada tahun 200-an dan MERS tahun
2012. Oleh karena itu, keingintahuan yang tinggi tentang dari manakah asal
virus Corona ini telah terjawab masuk akal dan telah terbukti secara ilmiah.
2. Koheren :
runtut
Bagaimana penularan
virus Corona ini juga dapat dijelaskan berdasarkan keruntutannya. Pertama virus
ini menyebar dari satu manusia ke manusia lainnya melalui droplets (percikan
cairan dari mulut atau hidung). Cairan ini keluar bersamaan dengan virus pada
saat seseorang batuk, bersin ataupun sedang berbicara. Oleh karena itu, kita
sangat dianjurkan untuk memakai masker guna mencegah penularan virus pada diri
kita.
3. Korelasi:
saling berhubungan
Lalu mengapa
kita dianjurkan untuk rajin mencuci tangan? Hal ini tentunya memiliki korelasi
dengan droplets/ percikan cairan tadi. Kita tidak tahu kemana arah jatuhnya
percikan droplets tersebut, bisa saja jatuh di permukaan suatu benda, dan
tersentuh oleh tangan kita. Maka besar kemungkinan dapat menjadi jalan
penyebaran virus tersebut. Oleh sebab itu, tangan kita harus dipastikan selalu
bersih dan higienis.
Begitu juga
dengan pentingnya jaga jarak kepada lawan bicara, karena berhubungan dengan
cara yang efektif untuk memutus rantai penularan virus yang dapat keluar dari
percikan/ droplets lawan bicara.
4. Holistik dan
komprehensif: menyeluruh dan tidak memandang sebagiannya saja.
Pemikiran yang
holistik dan komprehensif ketika pandemi ini adalah berpikir dari segala aspek.
Apakah berita tersebut jelas kebenarannya (fakta) atau hanys kepalsuan belaka
(hoaks)? Tujuannya adalah mengungkapkan dari segala sisi sehingga diterima
kebenarannya oleh orang banyak.
Kemana saja virus covid19 ini menyebar? Apakah hanya untuk yang sudah berusia lanjut, remaja, ataukah bayi? Apakah hanya untuk kalangan menengah atas atau hanya kalangan bawah saja? Virus covid19 ini ternyata tidak memandang usia, terlebih tidak memandang jabatan. Tua, muda, kaya, miskin, walikota, rakyat biasa, semua dapat terkena. Terjawab sudah komentar di atas mengenai corona ini hanya penyakit orang kaya saja, itu salah besar. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya korban yang sudah tumbang, dan berasal dari semua kalangan dan umur.
5. Radikal:
sampai ke akar-akarnya alias mendasar, hingga bertemu titik penyelesaian.
Pemikiran radikal
bermaksud memikirkan berita covid19 ini secara mendalam. Apakah berita tentang
covid 19 ini benar atau salah? Lalu bagaimana si penyampai berita, apakah orang
yang berkapasitas dalam menyampaikan berita tersebut/ hanya hoaks belaka?
Tujuan dari berpikir radikal adalah agar seseorang dapat berpikir jernih dan
kritis dalam menerima berita tersebut, tidak cepat mempercayai ataupun langsung
membagikan kepada orang lain lagi.
Aspek Filsafat
terbagi menjadi tiga, yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Mari
terlebih dahulu kita pahami apa itu ontologi, epistimologi, dan aksiologi dalam
poin-poin berikut ini.
1. Ontologi:
berasal dari bahasa Yunani. Ontos: ada, dan logos:
ilmu. Ilmu tentang yang ada. Objek kajian ontologi adalah ada individu maupun
umum, ada terbatas maupun tidak, ada universal dan ada mutlak. Jadi dapat
disimpulkan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang keberadaan sesuatu
yang ada dan mungkin ada.
2.
Epistimologi: berasal dari bahasa Yunani. Epistem: pengetahuan,
dan logos: ilmu. Ilmu tentang pengetahuan. Epistimologi Islam
itu sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu bayani (bersumber atas
teks Alquran dan hadist), burhani (bersumber dari akal),
dan irfani (bersumber dari kejernihan hati).
3. Aksiologi:
berasal dari bahasa Yunani. Axios: nilai, dan logos:
ilmu. Ilmu tentang nilai, khususnya etika.
Dari ketiga aspek di atas, dapat kita uraikan satu persatu terkait cara menyikapinya menurut filsafat. Pertama dari aspek ontologis, kita harus menyadari bahwasanya virus ini benar-benar ada dan diakui keberadaannya sekalipun tidak terlihat secara kasat mata. Kedua secara epistimologi, kita menyikapinya dengan mencari pengetahuan tentang virus itu sendiri, baik secara bayani, burhani, maupun irfani. Di dalam Q.S Al-Baqarah ayat 26, Allah SWT berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَسْتَحْىِۦٓ أَن يَضْرِبَ مَثَلًا
مَّا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا ۚ
“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat
perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih kecil daripada itu.”
Covid-19 besarnya hanya kurang lebih 120 nanometer, lebih
kecil daripada nyamuk adalah bukti kekuasaan Allah. Dari makhluk sekecil itu
juga dapat menjadi perantara banyaknya nyawa meninggal dunia akhir-akhir ini.
Dalam memaknai ayat di atas, kita sebagai umat muslim juga harus memahaminya
secara burhani dan irfani. Menyikapinya
dengan mempercayai berbagai penelitian yang kredibel tentang adanya pandemi
virus ini. Sekalipun ini konspirasi atau tidak, dibuat atau tidak oleh
segelintir oknum, yang jelas virus ini ada dan telah menjangkiti banyak
manusia.
Ketiga dari
aspek aksiologi, ilmu tentang nilai khususnya etika. Pandemi virus ini tentunya
berdampak langsung di bidang medis, ekonomis, politis, psikologis, bahkan etis.
Maka dalam menyikapi pandemi ini, dibutuhkannya kerjasama antara stakeholder dengan
masyarakat khususnya umat Islam untuk saling bersinergi dan membangun
solidaritas yang kuat. Seperti memberikan bantuan berupa alat medis, kebutuhan
pokok (sembako), santunan atau bantuan tunai, kepada mereka yang terkena dampak
dari pandemi covid-19 ini.
Kita wajib mengikuti tuntunan Allah dan rasulNya, dahului pencegahan daripada pengobatan, barengi ikhtiar dengan tawakkal, lalu kuatkan dengan doa.
*Penulis merupakan mahasiswi program studi
Aqidah dan Filsafat Islam yang sedang melaksanakan KKN DR UIN-SU, Kelompok
53
Posting Komentar untuk "Menghadapi Pandemi Covid-19 menurut Kacamata Aqidah dan Filsafat Islam"