Menyikapi Wabah Covid-19 dari Sudut Pandang Islam
Setiap
manusia tentu saja pernah merasakan rasa sakit, baik penyakit level rendah
hingga level tertinggi. Berbagai jenis penyakit pun kerap ditemukan dari tahun
ke tahun, bahkan penyakit yang bisa jadi di luar nalar manusia. Penyakit fisik
dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu penyakit fisik permanen (akut) dan
penyakit fisik yang bersifat konduktif.
Penyakit konduktif yaitu penyakit
yang timbul akibat adanya unsur materi berbahaya yang masuk ke dalam tubuh,
yang menyebabkan raga terjangkit penyakit akut atau penyakit yang timbul akibat
kejadian (peristiwa tertentu) yang menyebabkan rasa jatuh sakit, seperti halnya
wabah Covid-19 yang tengah meresahkan penduduk bumi.
Berdasarkan
hal tersebut, sangat penting untuk kita menjaga kesehatan bagi tiap individu,
disamping menjaga pola hidup sehat seperti rajin berolahraga, mengkonsumsi
makanan sehat, serta salah satu hal
penting lainnya yaitu menjaga jiwa dan raga agar tetap dalam koridornya,
sehingga meningkatkan daya imun yang tinggi. Hal itu dapat dilakukan dengan
salah satu cara, yaitu mengamalkan dan mematuhi nilai-nilai agama dalam
aktifitas kehidupan sehari-hari, adanya hubungan antara agama sebagai pijakan
keyakinan serta kesehatan rohani jasmani terletak bagaimana seorang hamba
berserah diri terhadap suatu kehendak atas kekuasaan Allah SWT. Sehingga, sikap
itulah yang membuat seseorang dapat menciptakan aura positif pada diri sendiri,
dan ketentraman lahir batin.
Islam
telah mengajarkan cara memelihara kesehatan ala Nabi Muhammad Saw., yaitu
dengan menjaga kebersihan. Jika dokter modern memiliki motto bahwa kebersihan
adalah pangkal kesehatan, maka islam memiliki semboyan yang lebih tinggi
maknanya yaitu “Kebersihan bagian dari keimanan”. Seolah-olah perilaku hidup
yang tidak bersih adalah cerminan dari kurangnya nilai iman dalam diri
seseorang. Nabi juga mengajarkan untuk mengonsumsi makanan yang bervariasi,
“Makanlah kalian berbagai macam makanan, karena sesungguhnya bila makanan yang
satu panas maka bisa dipadamkan oleh makanan lain yang dingin “, cara lainya
yaitu mengerjakan shalat wajib sehari 17 rakaat yang memberikan format 119
postur fisik, atau 3570 postur setiap bulanya atau 48.840 postur setiap
tahunya. Gerakan ini juga bertambah apabila seorang muslim melakukan sholat
sunnah tambahan lainya seperti sholat Duha, Rawatib, Tahajud dan Tahiyatul
Masjid, maka minimal ia melakukan 400 gerakan postur fisik setiap harinya.
Beberapa bulan belakangan wabah Covid-19 yang telah menyebar luas ke seluruh pejuru dunia, mengubah hampir seluruh aktifivitas rutin yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, tak terkecuali dalam hal ibadah yang sempat menjadi kontroversial antara pemerintah dan masyarakat Indonesia. Banyak pasien positif yang terjangkit di Indonesia dan banyak pula pasien positif yang gugur melawan virus Covid-19 tersebut. Virus ini tidak melihat usia serta latar belakang sosial, untuk itu berbagai upaya pengobatan pun dilakukan. Landasan berobat dalam Islam, seperti dalam Al-Quran yang memerintahkan untuk bertobat di kala ia sakit. Dalam beberapa ayat, Allah menyebut kata syifa untuk menunjukan kata pengobatan, seperti terdapat dalam surah Yunus 10;57 yang artinya :
Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Dari
kata syifa yang ada di dalam Al-Quran terkandung tiga makna yang berkaitan
dengan pengobatan. Pertama, bahwa Allahlah yang menyembuhkan segala penyakit
yang ada di dalam dada manusia, Khususnya manusia beriman. Kedua, makanan dan
minuman serta perbuatan dapat menjadi obat penyakit yang diderita oleh manusia.
Ketiga, Al-Quran sendiri menjadi obat bagi orang yang sakit.
Hal
tersebut diperkuat dengan hadist Nabi Muhammad SAW, di antaranya :
“Bagi
tiap-tiap penyakit ada obatnya, apabila obat sesuai dengan penyakit itu,
sembuhlah ia dengan izin Allah Azza Wa Jalla”
Dalam
pandangan Islam, selain manusia memiliki kemampuan sendiri dalam mengembangkan
pengobatan, juga didasarkan kepada perintah dari Allah Swt agar manusia ketika
sakit hendaknya berobat, seperti tertera pada QS. Asy-Syu’ara, (26) : 79-80
sebagai berikut :
“Dan
hanya dia yang memberi aku amakan dan memberi aku minum dan apabila aku sakit,
maka hanya dia yang menyemuhkan aku”
Pemerintah melakukan upaya pencegahan dan berharap masyarakat dapat mengikutinya demi kelangsungan hidup bersama. Seperti diberlakukannya social distancing, PSBB dan lainya, sesuai dengan anjuran dan pedoman medis yang dikeluarkan oleh WHO.
Banyak
masyarakat menganggap, segala urusan hidup dan mati hanya di tangan Allah Swt,
tanpa ada usaha untuk menyembuhkan dan menyepelekan Virus Corona yang sedang
mewabah saat ini. Pemikiran yang salah ini ditepis oleh hadist Rasulullah SAW :
“Berobatlah
kalian, maka sesungguhnya Allah Taala tidak mendatangkan penyakit kecuali
mendatangkan juga obatnya, kecuali penyakit tua”
Hadist
tersebut membuktikan bahwa berserah diri tanpa berikhtiar adalah hal yang
salah. Hal tersebut ditanggapi oleh Ustadz Abdul Somad, bahwa perilaku seperti
itu terdapat unsur kesombongan di dalamnya. Kita sebagai Ahlul Sunah Wal
Jamaah, harus berikhitar, kalau tetap terjadi kita beriman kepada rukun iman
keenam takdir baik dan takdir buruk, tapi sebelum itu harus ada ikhtiar dan
usaha itu adalah sunnah. Ustadz Abdul Somad menegaskan bahwa dalam beragama
harus menggunakan ilmu, bukan ikut perasaan.
Kita
tahu bahwa dua wajah paradok islam dalam menghadapai wabah terdapat dua wajah paradok
dengan mengikuti catatan ahli agama dari AS Michael Dols. Mahzab pertama yaitu
memahami wabah sebagai ketentuan teologis, takdir yang tdak bisa ditolak. Umat
Islam harus memperbanyak amal ibadah, berdoa, dan tak lupa pula berobat sebagai
tanda ikhtiar. Mahzab kedua memahami wabah sebagai kenyataan empiris yang
menuntut ikhiar untuk mengatasinya. Di samping itu umat islam wajib melakukan
upaya maksimal untuk mencari keselamatan. Dari hal inilah lahir seorang Ibnu
Sina yang masyhur memiliki keahlian dalam penanggulangan wabah
Paradoks
Islam pun merebak menjelang Lebaran. Meski akhirnya dilarang, jutaan orang
tetap nekad mudik lebaran. Kasus Covid-19 pasca lebaran pun akhirnya melonjak
pesat, terutama di Jawa. Bagi umat muslim, lebaran sebagai momen agama-budaya
penting yang diadakan setahun sekali karena memberikan pengaruh psikologis,
sosiologis bahkan dalam ekonomi. Itulah sebabnya meskipun dilarang, banyak umat
muslim yang nekad untuk mudik.
Fenomena lainnya saat sebagian Muslim di Indonesia sempat percaya bahwa air wudhu bisa mencegah coronavirus. Namun di sisi lain dalam keadaan kritis ini, agama menjadi kekuatan spiritual bagi setiap umat serta berkhtiar maksimal menghindari wabah. Selain itu, lembaga, pemuka, dan komunitas agama Islam punya peran sangat besar dalam penanggulangan wabah ini, berkat himbauan serta sosialisasi dari setaip perwakilan. Hal ini menjadi bukti keterbukaan agama terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.
Islam
mengajarkan bahwa perjuangan menyelamatkan nyawa seperti dilakukan para tenaga
medis adalah suatu jihad dan mereka yang meninggal karena wabah dianggap mati
syahid sesuai hadist Nabi. Bukti nyata pada masa kriris pandemi ini adalah
perjuangan seorang Dokter dan tenaga medis lainya. Banyaknya tenaga medis yang
meninggal membuat sebagian masyarakat terenyuh akan perjuangan mereka
menghadapi bahaya yang kapan saja dapat membahayakan kesehatan bahkan mengancam
jiwa mereka.
Melonjaknya
pasien positif corona membuat pertahanan para tenaga medis kian memudar dan
mulai mengeluh kepada msyarakat yang tidak menghiraukan himbauan dari
pemerintah untuk menerapkan social
distancing. Banyak para tenaga medis yang mengkritik sikap masyarakat yang
meremehkan wabah Covid-19 ini, hingga terjadilah peningkatan yang drastis terkait
jumlah pasien Covid-19 dan jumlah kematian akibat wabah ini. Hal ini menarik
perhatian Australia yang mengkritik keras terhadap pemerintah Indonesia dalam
menangani pandemi virus coronavirus. Indonesia bahkan disebut akan menjadi
hotspot atau pusat wabah Virus tersebut di dunia.
*Penulis merupakan mahasiswi program studi Ilmu Komunikasi yang sedang melaksanakan KKN DR UIN-SU, Kelompok 78
Posting Komentar untuk "Menyikapi Wabah Covid-19 dari Sudut Pandang Islam"