Pandangan Hukum Pidana Islam terhadap Pelecehan Seksual Berkedok Riset
Pelecehan seksual berkedok riset yang akhir-akhir ini terjadi
begitu meggemparkan khalayak ramai. Bagaimana tidak, dua kasus tindakan pidana
asusila berturut-turut terungkap di wilayah berbeda di Indonesia dengan alasan
yang sama. Riset yang seharusnya menjadi jawaban dari suatu permasalahan
ternyata dialihfungsikan. Riset fetish dan riset swinger yang
baru-baru ini heboh hanyalah modus oleh dua orang oknum berbeda untuk
melancarkan aksi bejatnya.
Gilang, seorang mahasiswa di salah satu universitas di Surabaya,
diduga melakukan pelecehan seksual dan viral pada akhir bulan Juli 2020 lalu.
Kasus ini terungkap setelah pengakuan salah seorang korbannya di cuitan
twitternya. Korban menceritakan pengalamannya yang bermula dari menerima direct
message dari Gilang di Instagram. Saat itu Gilang meminta kontak
whatsaap korban dengan tujuan untuk riset tugas akhir tentang
bungkus-membungkus. Korban kemudian meminta penjelasan mengenai riset tersebut,
namun Gilang mengalihkan perhatiannya.
Awalnya korban tidak menyadari bahwa hal yang menimpanya tersebut
merupakan bentuk pelecehan seksual. Namun beliau menyadari setelah pelaku
memaksanya untuk melakukan hal-hal yang semakin aneh dan di luar nalar. Beliau
juga berani buka suara karena tidak ingin bertambah korban lainnya. Pelaku
meminta korban untuk membungkus dirinya dengan kain jarik. Korban yang memiliki
akun twitter @m_fikris menceritakan seluruh kronologisnya. Pengakuan korban
juga disertai bukti-bukti foto, video, capture layar
chat dengan Gilang.
Hal yang lebih parahnya lagi, keduanya diminta untuk mensugesti diri agar gugup, takut, dan nangis meringis kesakitan. Keanehan disadari ketika pelaku mengancam penyakitnya akan kambuh, dia akan meminta korban untuk membungkus terus menerus, dan akan bunuh diri apabila tidak dituruti kemauannya. Ternyata perilaku Gilang ini merupakan gangguan seksual fetisisme. Istilah Fetish biasa digunakan bagi mereka yang mendapatkan kenikmatan seksual melalu suatu benda mati atau bagian tubuh seseorang seperti kaki bahkan bau kaus kaki.
Belum selesai kasus Gilang bungkus, muncul lagi kasus baru. Seorang
akademisi yang berkedok riset juga, bukan mahasiswa melainkan gurunya
mahasiswa, yakni dosen. Bambang Arianto, yang mengaku seorang alumni asal UGM
dan menjabat sebagai dosen di UNU. Dalih riset juga dilakukannya,
bukan cerita riset bungkus lagi tetapi riset swinger. Istilah swinger ternyata
julukan bagi pasangan yang sudah atau belum menikah untuk bertukar pasangan dan
memiliki hubungan terbuka, membebaskan pasangannya untuk melakukan hubungan
seksual dengan pasangan lainnya.
Sama seperti kasus sebelumnya, tindakan asusila ini terungkap
setelah salah seorang korbannya mempublikasikan pengalamannya di sosial media
Facebook. Awalnya ia tak menaruh curiga karena berniat hanya ingin membantu
pelaku untuk melakukan riset psikologi tentang swinger. BA kemudian bercerita
kepada korban bahwa ia sudah menemukan pasangan swinger dan mengajak istrinya
juga untuk bertemu dengan mereka. BA menyebutkan bahwa mereka akan bertemu di
sebuah hotel dengan syarat masing-masing istrinya harus menggunakan pakaian
tertutup dan bercadar. Korban bertanya apakah istrinya bersedia yg untuk diajak
ke hotel tersebut. Ia menjawab bersedia. Hal ini membuat curiga korban, karena
untuk riset mengenai hal sensitif dan tabu seperti itu, tidak harus
melakukannya juga. Korban mengakui ia mulai tidak tertarik dengan riset itu. BA
kembali menghubungi korban via telpon, dan menceritakan bahwa ia dan istrinya
telah melakukan swinger dan sangat menikmati.
Ini menjadikan korban semakin risih dan menghentikan obrolan mereka
karena mengganggap BA sudah melanggar etika riset. Korban juga curiga kalau BA
hanya ingin menjebaknya untuk mendengar cerita swinger hanya untuk memuaskan
fantasinya bercerita seks swinger tersebut. Sebenarnya kejadian ini sudah lama
terjadi, namun karena ada tindakan asusila bermoduskan riset menjadi trending
topic di Twitter, korban teringat kembali pada pengalamannya dan menceritakan di
linimasa Facebook. Ternyata tulisannya itu mendapatkan banyak respon dan
beberapa korban lainnya ikut menceritakan kisah mereka di kolom komentar. Sudah
hampir 50 korban yang muncul ke permukaan.
Sebenarnya hal yang mendasari korban untuk berani speak up terkait peristiwa pelecehan seksual pelaku ini agar BA jera, tidak melakukan hal buruk ini lagi dan korban-korban tidak semakin bertambah. Namun korban lainnya menyebutkan masih berpikir ulang untuk mengambil jalan hukum. Karena menurutnya, hukum di Indonesia masih belum berpihak kepada para korban pelecehan seksual.
Bambang yang sudah terbongkar kedoknya akhirnya mengunggah video berdurasi 1 menit 40 detik yang berisi klarifikasi dan permintaan maafnya via facebook pada 2 Agustus 2020. Ia mengatakan bahwa penelitiannya tentang swinger adalah kebohongan belaka. Ia juga mengaku pernah melakukan pelecehan seksual secara fisik pada tahun 2014. Bila dikaitkan kedua kasus di atas, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa dua kasus ini sama-sama kasus pelecehan seksual yang dilakukan dengan kedok yang sama. Apa sebenarnya pelecehan seksual itu sendiri?
Pelecehan seksual adalah perilaku yang berkaitan dengan seksual
namun tidak diinginkan, dilakukan dengan berbagai cara, baik secara fisik,
verbal, maupun non verbal. Bermacam-macam bentuk perilaku yang digolongkan
sebagai pelecehan seksual, diantaranya adalah: (1) humor seks, percakapan
berkaitan dengan seks baik di dunia nyata maupun dunia maya, (2) penyiksaan,
(3) sentuhan atau pegangan, (4) Pemberian hadiah atau barang yang berkaitan
dengan seks, (5) melakukan sesuatu yang dapat membangkitkan gairah seksual. Hal
yang perlu digarisbawahi adalah pelecehan seksual tidak sama dengan kekerasan
seksual. Secara sederhana, kekerasan seksual dapat dimaknai sebagai kasus
pelecehan seksual yang mengandung unsur pemaksaan dan kekerasaan. Lalu
bagaimana pandangan hokum pidana Islam mengenai pelecehan seksual?
Allah ‘azza wa jalla berfirman di dalam Q.S. Al Isra ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ
كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”
Menurut pandangan Islam, pelecehan seksual adalah perbuatan yang dapat mengarah pada salah satu dosa besar yaitu zina. Tidak hanya mencium atau menyentuh, melihat suatu benda saja namun menimbulkan hasrat seksual, maka itu dapat mengarahkan seoranng muslim pada perbuatan zina. Bila ditelisik lebih jauh ayat di atas, Allah menyuruh kita untuk jangan mendekati zina, dekat saja tidak boleh, apalagi melakukannya.
Pandangan hukum pidana Islam mengenai pelecehan seksual berkedok riset
ini adalah sanksi yang diberikan pada pelaku pelecehan seksual tidak sama
dengan hukuman bagi pelaku zina. Pelecehan seksual yang perbuatannya hanya mendekati
zina juga dikenai sanksi hukuman, yang disebut hukuman takzir. Bentuk-bentuk
hukuman takzir adalah sebagai berikut: (1) penjara/kurungan, (2) pengasingan,
(3) pengucilan, (4) ancaman, teguran, dan peringatan, (5) pencemaran alias
penyebaran aib pelaku pada khalayak ramai. Hukuman takzir tersebut diterapkan
berdasarkan level pelecehan seksual itu sendiri, yakni pelecehan seksual berat
hingga pelecehan seksual ringan. Hukuman yang diberikan juga diserahkan kepada
penguasa atau hakim yang berada pada wilayah tersebut. Jika terdapat pemaksaan
di dalam kasus pelecehan seksual maka dikenai hukuman had karena sudah termasuk
zina.
*Penulis merupakan mahasiswa
program studi Hukum Pidana Islam yang sedang melaksanakan KKN DR UIN-SU,
Kelompok 90
Posting Komentar untuk "Pandangan Hukum Pidana Islam terhadap Pelecehan Seksual Berkedok Riset"