Solidaritas di Masa Pandemi Menurut Pandangan Agama serta Aturan-aturannya
Oleh : Ulfianti
Dikutip dari Liputan6.com, total kasus
positif Covid-19 di Indonesia per 6 Agustus 2020 yaitu 118.753 orang.
Belum ada penurunan secara signifikan, malah jumlahnya semakin hari kian
bertambah. Penambahan terjadi sejumlah 1882 orang. Kita bahkan tidak dapat
memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir. Pribahasa yang cocok untuk kondisi
saat ini adalah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Oleh karena
itu diperlukan solidaritas dan peran bersama kita semua dalam menghadapi
situasi pandemi ini, bukan hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat Indonesia.
Pandemi dapat menjadi ajang bagi kita untuk saling tolong-menolong dan berbagi antar
sesama, baik sesama manusia, terlebih lagi sesama muslim. Karena sesungguhnya
umat Islam akan berdiri kokoh bila memiliki pondasi persatuan, sifat
gotong-royong, dan solidaritas, serta saling bahu-membahu menghadapi masa
krisis dan problematika yang sedang terjadi.
Representasi solidaritas menurut pandangan
agama Islam bersumber dari potongan Q.S Al Maidah ayat 2.
“Dan
tolong-menolong lah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwa lah kamu
kepada Allah, sesungguhnya siksa Allah sangat berat”.
Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin, rahmat bagi seluruh umat manusia. Agama yang menghargai keberagaman dan tidak membeda-bedakan berdasarkan suku, etnis, adat, tradisi, dan agama lainnya. Islam hadir untuk memberikan ajaran yang baik kepada seluruh manusia tentang bagaimana menegakkan solidaritas sosial. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang membutuhkan bantuan orang lain. Nabi Muhammad SAW. sebagai teladan yang mulia juga telah mencontohkan tentang betapa kuatnya ikatan persaudaraan, pentingnya menjaga rasa empati dan peduli sesama, ketika dahulu menata kota Madinah. Itu yang seharusnya kita contoh, bagaimana pluralisme masyarakat Madinah tidak menghalangi mereka untuk bersatu, solid, rukun dan damai.
Aksi solidaritas juga telah termaktub di
ayat lainnya, Allah 'azza wa jalla berfirman di dalam Q.S. Al Balad 11-17 yang
artinya:
“Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada hari kelaparan. Kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat. Atau kepada orang miskin yang sangat fakir”.
Huruf lam (ﻻ) pada ayat ke-sebelas, falaqtahamal’aqabah, bukanlah lam nafi (meniadakan unsur yang dimaksud) melainkan lam taukid (menguatkan dan menegaskan). Sehingga makna ayat tersebut adalah, maka sungguh manusia itu akan menempuh jalan yang sulit lagi mendaki. Manusia yang menginginkan syurga tidak semudah membalikkan telapak tangan, mereka harus melewati jalan yang terjal dan mendaki. Caranya yaitu memberi makan atau bantuan kepada anak yatim, fakir miskin, serta karib kerabat di hari kelaparan. Hari kelaparan disini dapat kita terjemahkan sama seperti masa pandemi saat ini, yaitu masa yang sangat menakutkan. Benar saja, sekarang masa itu telah datang. Sudah saatnya kita membongkar celengan atau mengambil sebagian tabungan, kita keluarkan untuk memudahkan jalan kita menuju ridha Allah ‘azza wa jalla.
Berikut adalah janji Allah untuk
orang-orang yang memiliki solidaritas antar sesama di dalam kelanjutan ayatnya,
yakni di Q.S. alBalad ayat 18., yang berbunyi:
اُولٰٓٮِٕكَ اَصۡحٰبُ الۡمَيۡمَنَةِ
“Mereka
itulah (orang-orang yang mau menempuh pendakian yang berliku-liku itu) adalah
golongan kanan.”
Tentu kita tidak asing lagi mendengar
istilah golongan kanan. Golongan kanan adalah mereka yang akan mendapat
keridhaan dari Allah, dan kelak akan digiring menuju syurgaNya.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, ketika
ditanya oleh Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dalam sebuah hadist yang
diriwayatkan oleh imam Ahmad, imam Abu Dawud, dishahihkan oleh iman ibnu
huzaimah, imam Ibnu Hibban dan imam Al hakim. “Rasulullah pernah ditanya: ‘yaa
Rasulullah, sedekah atau infak apa yang paling terbaik?’ Lalu Rasulullah
menjawab, ‘Sebaik-baik sedekah/ infak adalah bersedekah pada saat dalam
kesulitan’.”
Dalam suasana diselimuti wabah virus
Corona, tentu kita semua merasakan kondisi semakin sulit dan berat. Terutama
dalam bidang ekonomi, banyak yang merasakan semakin berkurang dan menurunnya
penghasilan, bahkan ada yang kehilangan pendapatan. Namun jangan jadikan masa
ini masa untuk kita lupa berbuat kebaikan. Justru dalam kondisi sulit, ternyata
mampunya kita untuk bersedekah, berinfaq, dan berbagi, justru menjadi amalan
sedekah terbaik kita di sisi Allah.
Masih hangat dalam ingatan kita, tentang perilaku buruk seorang youtuber, Ferdian Paleka, seolah memberikan bantuan sosial namun berisi sampah alias hanya prank belaka. Hal ini justru menyakiti hati masyarakat Indonesia dan bertentangan dengan aturan agama, terkhusus Islam. Ternyata Islam juga mengatur bagaimana bentuk solidaritas antar sesama, baik solidaritas secara material maupun solidaritas secara spiritual. Diantaranya adalah (1) Memberikan bantuan atau pemberian yang terbaik, bukan yang sudah rusak atau tidak bisa digunakan, (2) memberikan sesuatu yang tidak memiliki unsur-unsur yang diharamkan dalam pandangan Islam (semisal tidak memberi barang hasil curian), (3) memberikan bantuan kepada mereka yang berhak menerimanya, tepat sasaran, dan tidak menyakiti hati penerimanya, (4) Tidak dijadikan ajang riya’ atau kesombongan, (5) Saling menguatkan dan meneguhkan keimanan, meningkatkan rasa kemanusiaan, dan menjaga mindset agar tetap positif dalam menghadapi situasi pandemi.
Seseorang dinilai baik bukan karena rupa dan hartanya, tetapi berada pada nilai kemanfaatannya. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW. bersabda “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya”. Semoga kita dapat bermanfaat bagi orang banyak.
*Penulis merupakan mahasiswi program studi Muamalah yang sedang melaksanakan KKN DR UIN-SU, Kelompok 103 (DPL : Dr. Nurasiah, MA)
Posting Komentar untuk "Solidaritas di Masa Pandemi Menurut Pandangan Agama serta Aturan-aturannya"